Legenda Desa
Pada masa kepemimpinan Kanjeng Susuhunan Sayidin Panotogomo yang
memerintah pada tahun 1601 Kerajaan Mataram menguasai wilayah brang
wetan dan brang kulon ( bahasa Jawa sebelah barat dan sebelah timur )
diantaranya Kadipaten Pucang Kembar yang dipimpin oleh Hadipati Citro
Kusumo , Kadipaten Bulupitu di pimpin oleh Jaka Puring dan Kadipaten
Karang Gumelem . Dalam cerita ini yang menjadi lakon adalah sebagian
dari wilayah brang kulon .
Pada waktu itu Hadipati Pucang Kembar
mempunyai putri yang cantik jelita bernama Dewi Sulastri . Hadipati
Bulupitu Raden Jaka Puring terkenal sakti mandraguna tetapi belum punya
istri dan dia menderita cacat yaitu bibirnya tebal sebelah ( istilah
Jawa mengrot ) dan kakinya pincang , mendengar bahwa di Kadipaten Pucang
Kembar ada seorang putri cantik anak dari Hadipati Citro Kusumo maka
Jaka puring ingin membuktikan dan bermaksud mempersuntingnya sebagai
istri .
Setelah Raden Jaka Puring melihat kecantikan Dewi
Sulastri ia lalu melamarnya namun belum diterima atau masih ditangguhkan
karena Jaka Puring adalah seorang pemuda yang cacat maka ia disuruh
menunggu dan dipersilahkan untuk tinggal sementara di Pucang Kembar.
Tidak lama kemudian datanglah seorang pemuda tampan dari Kadipaten
Karang Gumelem bernama Raden Jono yang bermaksud hendak melamar
pekerjaan di Kadipaten Pucang Kembar sambil mencari saudara kandungnya
yang bernama Raden Wiro Kusumo , namun Sang Hadipati Citro Kusumo
bingung karena tidak ada pekerjaan untuk Raden Jono bersamaan dengan itu
putri Sang Hadipati Citro Kusumo yaitu Dewi Sulastri melihat pemuda
tampan itu maka tertarik hatinya dan mengajukan usul kepada Kanjeng
Romonya ( bahasa Jawa Ayah ) agar Raden Jono diterima bekerja di
Kadipaten Pucang Kembar . Akhirnya Sang Hadipati menerima Raden Jono
sebagai juru taman di Kaputren Dewi Sulastri . Karena sering bertemu
antara Raden Jono dan Dewi Sulastri saling jatuh cinta ( Pepatah Jawa
mengatakan , ” Witeng Tresno Jalaran Soko Kulino ” ).
Sementara
dalam penantiannya Raden Jaka Puring sudah jemu menunggu jawaban dari
Dewi Sulastri . Ia merasa curiga dengan hubungan Dewi Sulastri dan Raden
Jono maka sambil menunggu jawaban dari Dewi Sulastri , Raden Jaka
Puring menyuruh Pangeran Usmono Usmani ( adik Dewi Sulastri ) untuk
mengawasi gerak-gerik Dewi Sulastri dan Raden Jono . Berdasarkan
pengamatannya , Pangeran Usmono Usmani melaporkan bahwa Dewi Sulastri
telah menjalin cinta dengan Raden Jono . Mendengar laporan itu Raden
Jaka Puring merasa tersinggung dan mengambil kesimpulan bahwa dirinya
ditolak karena Dewi Sulastri berpacaran dengan Raden Jono . Jaka Puring
marah dan terjadilah perang antara Raden Jono dan Raden Jaka Puring .
Singkat cerita pertempuran yang tidak seimbang itu membuat Raden Jono
kalah dan lari mencari perlindungan ke Pesanggrahan Pring Ori ( kelak
bernama Desa Ori di wilayah Kecamatan Kuwarasan ) . Raden Jono minta
perlindungan pada Kyai Karyadi dan disuruh sembunyi di dalam lumbung dan
di tutup pakai kapuk ( kapas ) , tidak lama kemudian Raden Jaka Puring
sowan pada Kyai Karyadi dan menanyakan keberadaan Raden Jono namun sang
Kyai membohonginya dan mengatakan bahwa Raden Jono tidak berada di
pesanggrahan Pringori . Jaka Puring lalu pulang kembali ke Kadipaten
Bulu Pitu
Setelah Jaka Puring pergi maka Raden Jono dikeluarkan
dari lumbung dan ditanya apa sebabnya Raden Jono dikejar-kejar oleh
Raden Jaka Puring . Raden Jono menceritakan pada Kyai bahwa
perjalanannya ke Pucang Kembar untuk melamar pekerjaan sambil mencari
saudara kandungnya Pangeran Wiro Kusumo setelah tiba di Pucang Kembar
diterima sebagai juru taman dan dicintai oleh Dewi Sulastri sementara
Raden Jaka Puring yang sedang menunggu jawaban dari Dewi Sulastri atas
lamarannya yang sesungguhnya ditolak karena Raden Jaka Puring menderita
cacat , namun karena tidak tega untuk mengatakan alasan yang sebenarnya
maka lamaran atas Dewi Sulastri hanya ditangguhkan jawabannya dan
dipersilahkan untuk tinggal sementara di Kadipaten Pucang Kembar sembari
menunggu jawaban dari Dewi Sulastri . Tapi karena Dewi Sulastri talah
jatuh cinta kepada Raden Jono akhirnya Raden Jaka Puring cemburu dan
terjadi pertarungan antara Raden Jono dan Raden Jaka Puring sampai
akhirnya Raden Jono kalah dan lari ke Pesanggrahan Pring Ori untuk
menimba ilmu di pesanggrahan sehingga bisa mengalahkan Raden Jaka Puring
dan memperisteri Dewi Sulastri .
Mendengar jawaban dari Raden Jono
sang kyai memberi saran . Untuk mencapai tujuannya Raden Jono harus
bersemedi ( bertapa ) di bawah pohon besar bernama Wit Benda ( Pohon
Benda : bahasa Jawa ) dan pohon itu berada di daerah yang angker namun
dalam melakukan semedi itu harus dengan hati yang tulus , suci dan sabar
.
Raden Jono pun menurut pada kata-kata Kyai Karyadi ia pun
melakukan semedi dengan sabar dan hati yang tulus dan akhirnya
pertapaannya mendapatkan hasil dari yang Maha Kuasa dengan memperoleh
pusaka berupa Bungkul Kencana ( keris : bahasa Jawa ) . Dan akhirnya
Raden Jono pulang ke Pucang Kembar bertemu dengan Dewi Sulastri dan
ternyata Raden Jaka Puring sudah berada di Pucang Kembar untuk
menanyakan jawaban Dewi Sulastri atas lamarannya . Dewi Sulastri
menjawab bahwa dia mau dipersunting oleh siapapun namun ia punya bebana
awujud adon-adon / giri patembaya ( bahasa jawa permintaan pertarungan )
antara Raden Jono dan Jaka Puring . Maka terjadilah pertarungan sengit
antar keduanya yang dimenangkan oleh Raden Jono maka dikawinkanlah Dewi
Sulastri dengan Raden Jono sedang Raden Jaka Puring Lari dan pulang ke
Bulu Pitu .
Bersamaan dengan itu Hadipati Pucang Kembar mendapat
surat mandat ( nawala ) dari Susuhunan Sayidin Panatagama ( Raja Mataram
) untuk memberantas gerombolan berandal di Gunung Tidar. Akhirnya
Hadipati Pucang Kembar Citro Kusumo memerintahkan menantunya sebagai
bukti pengabdiannya untuk memberantas berandal di Gunung Tidar atau
sebagai Duta Pamungkas. Maka walupun dengan perasaan berat meninggalkan
Dewi Sulastri Raden Jono berangkat menjalankan tugas sebagai Duta
Pamungkas dari Susuhunan Sayidin Panatagama ( Raja Mataram ) ke Gunung
Tidar sebagai bukti pengabdian kepada mertua dan negara . Mendengar
berita bahwa Raden Jono diberi mandat untuk menjadi Duta Pamungkas Raden
Jaka Puring yakin bahwa Raden Jono pasti gugur melawan gerombolan
berandal di Gunung Tidar maka Raden jaka Puring menuju ke Pucang Kembar
untuk menemui dan merebut Dewi Sulastri .
Dalam keadaan Dewi
Sulastri sendiri tanpa suami dipaksa oleh Raden Jaka Puring untuk
mengikuti kemauan Raden Jaka Puring menjadi istrinya . Sebagai seorang
istri yang setia kepada suami Dewi Sulastri tidak mau menghianati Raden
Jono maka akhirnya Raden Jaka Puring membawa lari dengan paksa Dewi
Sulastri keluar dari kaputren . Sementara itu Raden Jono sampai di
Gunung Tidar menjelang malam dan menunggu munculnya gerombolan berandal .
Setelah malam datang akhirnya gerombolan pengacau itu muncul dan
bertarunglah Raden Jono melawan gerombolan yang terkenal bengis dan
sakti mandraguna namun dengan kesaktian dan niat suci pengabdiannya
kepada negara dan orang tua serta berbekal Pusaka Bungkul Kencana
akhirnya Raden Jono bisa mengalahkan gerombolan berandal itu dan
membunuh pimpinannya dengan Bungkul Kencana . Dalam keadaan keris
terhunus diperut pimpinan gerombolan itu menyebut-nyebut nama saudara
kandungnya ,” Aduh , Dimas Jono dimanakah keberadaanmu lihatlah
Kangmasmu ini sedang sekarat dan jauh dari saudara ”. Mendengar rintihan
itu Raden Jono tersentak dan menjawab perkataan dari pimpinan
gerombolan itu yang ternyat saudara kandung yang selama ini dicarinya ,”
Aduh Kakangmas maafkan adikmu ini yang hanya menjalankan tugas dan
ternyata yang kubunuh adalah Kangmas Wiro Kusumo , maafkan adikmu ini
yang tidak tahu bahwa yang akan kubunuh adalah Kangmas Wiro Kusumo ”.
Raden
Jono memeluk Raden Wiro Kusumo yang sedang sekarat dan keduanya saling
bertangisan sambil bermaafan akhirnya Raden Wiro Kusumo tewas di
pangkuan Raden Jono .
Betapa sedihnya perasaan Raden Jono memikirkan
garis hidupnya yang harus melaksanakan tugas negara dengan meninggalkan
istri tercinta dan ternyata harus membunuh kakak kandungnya sendiri .
Raden Jono pun pulang ke Pucang Kembar membawa kemenangan berselimut
kesedihan karena harus mengorbankan nyawa saudara kandungnya yang
selama ini sedang dicarinya demi pengabdiannya kepada mertua dan negara.
Sesampai di Pucang Kembar semakin terguncang perasaan Raden Jono
mendapati Dewi Sulastri telah dibawa lari oleh Raden Jaka Puring . Dalam
keadaan lelah dan terguncang Raden Jono pun mengembara mencari
keberadaan Dewi Sulastri menjelajah setiap wilayah sampai akhirnya tiba
di pesisir selatan .
Sementara itu pelarian Raden Jaka Puring
membawa Dewi Sulastri juga ke pesisir selatan . Sepanjang perjalanan
Raden Jaka Puring senantiasa merayu Dewi Sulastri agar bersedia
malayaninya namun rasa cinta dan kesetiaannya kepada Raden Jono tetap
dipegang teguh oleh Dewi Sulastri sampai akhirnya Raden Jaka Puring
kehilangan kesabarannya dan akhirnya Dewi Sulastri diikat pada sebuah
pohon pandan .
Bersamaan dengan itu perjalanan Raden Jono sudah
sampai di tempat itu namun sebelum ia bertemu dengan Dewi Sulastri
ternyata Raden Jaka Puring telah lebih dulu melihat kedatangannya .
Dengan sekonyong- konyong Raden Jaka Puring menyerangnya sehingga
terjadi pertempuran yang sengit antara Raden Jono melawan Raden Jaka
Puring . Dalam pertempuran itu Raden Jaka Puring terdesak dan kalah lalu
melarikan diri ke arah utara . Raden Jono lalu menemui Dewi Sulastri
yang masih terikat di pohon pandan . Terjadi suatu keajaiban bahwa pohon
pandan tempat mengikat Dewi Sulastri berubah warna menjadi kuning
sedang pohon pandan yang lain tetap berwarna hijau . Maka oleh Raden
Jono tempat itu diberi nama Pandan Kuning ( kelak menjadi Pesanggrahan
Pandan Kuning ).
Keajaiban kembali terjadi , setelah Raden Jono
melepas ikatan Dewi Sulastri mereka lalu ditemui oleh Nyi Roro Kidul (
Ratu Pantai Selatan ) dan bidadari dari kayangan Dewi Nawang Wulan .
Oleh Nyi Roro Kidul Dewi Sulastri disuruh pulang ke Pucang Kembar dengan
perlindungan dari Nyi Roro Kidul dan Dewi Nawang Wulan . Sedang Raden
Jono disuruh mengejar raden Jaka Puring ke arah utara . Perjalanan Raden
Jono mengejar Raden Jaka Puring ke arah utara masuk ke sebuah hutan
lebat yang banyak ditumbuhi pohon gadung penuh duri sebagai tempat
persembunyian Raden Jaka Puring .
Disetiap langkahnya Raden Jono
kesrimpet-srimpet wit gadung ( bahasa Jawa terhalang pohon gadung )
hampir di setiap pori-pori kulitnya terselip duri gadung hingga darah
bercucuran maka alas atau hutan itu oleh Raden Jono dinamakan
Karanggadung ( kelak menjadi desa Karanggadung ) .
Pelarian Raden
Jaka Puring terus ke arah utara namun Raden Jono kehilangan jejak maka
langkahnya menjadi ragu-ragu selangkah berhenti lalu melangkah lagi dan
berhenti lagi sambil dia menengok mau terus ke utara atau ke selatan
atau ke barat atau ke timur . Langkahnya yang mandeg mangu ( ragu-ragu )
itu membuat Raden Jono memberi nama tempat dengan nama ” Manga-mangu ”
yang artinya perasaan ragu-ragu ( kelak menjadi desa Munggu ) . Namun
akhirnya raden Jono memutuskan untuk mengejar ke arah utara sehingga
mereka bertemu dan kembali terjadi pertarungan antar keduanya dan
masing-masing membuat benteng pertahanan ( kelak dikenal sebagai ”
Beteng ” dan ” Pertahanan ” ) dalam perkembangannya wilayah itu bernama
Petanahan / kelak menjadi desa
Petanahan dan bekas bentengnya terkenal
dengan nama ” Beteng ” .
Mereka terus bertarung sambil
kejar-kejaran hingga sampai pada suatu tempat merasa kehausan dan hendak
minum namun airnya berbau banger ( bahasa Jawa busuk ) yang konon
dikarenakan bangkai manusia yang mati dan tidak dikubur dengan keajaiban
hidup kembali ( pada urip , berasal dari bahasa Jawa ) dan tempat itu
diberi nama Grumbul Banger Desa Padaurip ( kelak menjadi desa Padaurip )
.
Aksi kejar-kejaran itu terus ke arah utara sampai pada suatu
tempat yang banyak ditumbuhi pohon Jati dan kehidupan masyarakatnya
mulya ( sejahtera ) sehingga tempat itu dinamai Jatimulya ( kelak
menjadi desa Jatimulya ) .
Kejar - kejaran dan pertarungan itu terus
berlanjut ke utara sampai pada tempat / pekarangan yang banyak
ditumbuhi wit gedang ( bahasa jawa pohon pisang ) lalu tempat itu diberi
nama Karanggedang ( kelak menjadi Desa Karanggedang ) .
Dari
Karanggedang mereka berlari kearah barat melewati sebuah sungai yang
ditepi sungai itu banyak orang sedang memandikan (guyang ) hewan
sehinga tempat itu dinamakan Guyangan.
Pengejaran dan pertarungan
masih terus berlanjut kearah barat melewati sebuah grumbul atau alas
yang berupa rumput alang- lang yang luas maka tepat itu diberi nama ”
Alang – alang amba ” Kelak menjadi Desa Alang – alang Amba .
Pengejaran dan pertarunganpun terus berlanjut kearah selatan dalam
keadaan sangat letih dan lemah mereka masih bisa bertahan hidup maka
tempat itu diberi nama ” Kuwarasan ”. Merekapun terus bertarung dan
saling mengejar menuju arah selatan sampai mereka berdua merasa kesal
sendiri dan muring – muring ( bahasa Jawa marah –marah ) sambil
istirahat Raden Jono memberi nama tempat itu ”Puring ”( Kelak menjadi
pasar Puring ) .Walaupun dalam keadaan lelah dan letih Jaka Puring masih
terus berusaha lari dan mencari hidup dan terus berlari ke selatan
sampai di kisik / pesisir samudra yang tanahnya wedi ( bahasa jawa
pasir ) yang setiap dilewati atau sepanjang kaki melangkah wedinya gugur
alias ambruk maka tempat itu diberi nama ” Wedi Gugur ” kelak menjadi
Pesanggrahan Wedi Gugur.
Raden Jaka Puring terus berusaha
menghindar dari kejaran Raden Jono menuju kearah barat sampai akhirnya
terjadi pertarungan lagi yang sangat sengit dan saling mengeluarkan
kadigdayan ( kekuatan ) dan Raden Jaka Puring tersungkur sehingga tangan
yang hendak diarahkan ke Raden Jono akhirnya mengenai karang sampai
tembus / bolong sehingga tempat itu diberi nama Karangbolong , namun
Raden Jaka Puring masih berusaha lari ke utara sampai akhirnya kehabisan
tenaga sehingga tergelincir ke sungai dan pada kesempatan itu Raden
Jono menghunus pusaka Bungkul Kencono dan menancapkanya ke tubuh Raden
Jaka Puring dan terjadilah suatu keajaiban Raden Joko Puring berubah
menjadi Buaya putih dan melontarkan sumpah serapah kepada Raden Jono
bahwa dia menerima kekalahanya tidak bisa memperistri Dewi Sulastri dan
menerima karma menjadi buaya putih namun bersumpah bahwa setiap
keturunan Raden Jono yang memakai pakaian sama dengan yang dipakai oleh
Dewi Sulastri akan menjadi mangsa / dimakan oleh buaya putih, Pakaian
itu adalah mbayak ijo gadung ( Kebayak ), Jarit Amba Lurik ( Kain /
tapih ) dan benting tritik ( stagen ). Atas kejadian itu oleh Raden Jono
tempat itu diberi nama ”Buayan” kelak menjadi Kecamatan Buayan.
Dengan rasa letih dan tubuh yang penuh luka Raden Jono Pulang ke Pucang
Kembar membawa perasaan suka cita atas kemenangannya melawan Raden Joko
Puring dan perasaan rindu ingin segera bertemu Dewi Sulastri . Suasana
penuh haru meliputi Kadipaten Pucang Kembar saat pertemuan antara Raden
Jono dan Dewi Sulastri beserta keluarga kadipaten. Akhirnya Raden Jono
di nobatkan sebagai Hadipati di Pucang Kembar.
Sumber: Dokumen Pemerintahan Desa Karanggadung
No comments:
Post a Comment