Peniron masa lampau adalah sebuah belantara dilembah Luk Ulo. Konon
yang membuka hutan dan menjadikan daerah pemukiman adalah seorang ulama /
kesatria bernama Eyang Rohmanudin alias Mbah Kuwu. Sayangnya, sampai
akhir hayatnya Eyang Rohmanudin tidak mempunyai keturunan. Jasadnya
dimakamkan di Pemakaman Istana Gede, di dukuh Krajan Peniron. Di
pemakaman umum ini, banyak dimakamkan tokoh-tokoh pendahulu Peniron
seperti Eyang Rohmanudin, Mbah Kalipancur, Mbah Udadiwangsa dan Mbah
Samikarya.
Menyebut sejarah, cerita Peniron tak lepas dari sejarah berdirinya
kota Kebumen/Kebumian/Kabumian. Pada saat Ki Bumi, seorang Senopati dari
Mataram membuka desa di lembah Luk Ulo sehingga dinamakan Ki-Bumi-an
atau Ke-Bumi-an atau sekarang menjadi Kebumen, seorang pengikutnya yaitu
Ki Bodroyudo/Eyang Bodroyudo tinggal di Peniron.
Disamping beliau, sejarah Peniron juga mencatat pejuang-pejuang yang
lain seperti Eyang Kuntiri, Eyang Ragil, Eyang Nayawedana sang penakluk
jin dan membuka hutan menjadi daerah Kebokuning, serta Eyang Drapaita
alias Mbah Kalipancur yang dengan menancapkan keris dan keluar air
sehingga daerah Kalipancur terdapat mata air yang tak pernah kering.
Pejuang Peniron lainnya adalah Eyang Canakrom dan Eyang Guna Wijaya atau
Eyang Astaguna atau Mbah Watupecah, seorang empu yang selalu mandi
menggunakan api.
Masih banyak lagi tokoh-tokoh dalam sejarah Peniron, tetapi yang
mengherankan beberapa sumber sejarah tidak mau bercerita secara detail
bahkan menutup diri untuk membuka cerita tokoh-tokoh yang konon memang
sengaja dirahasiakan.
Entahlah, mungkin justru dengan adanya rahasia dari tokoh-tokoh di
Peniron itulah yang akhirnya menjadikan Peniron punya ciri khas cerita
sejarah tersendiri.
Dari sisi pemerintahan, Peniron pertama kali dipimpin oleh Ki
Udadiwangsa, konon beliau memimpin Peniron jauh sebelum tahun 1900an.
Makam beliau ada di Istana Gede.
Selanjutnya, Peniron dipimpin oleh Ki Ranareja, yang di sebut-sebut
sebagai Demang pertama. Salah satu tokoh nasional yang merupakan garis
keturunan dari beliau adalah Edi Nalapraya, seorang jenderal yang dulu
pernah memimpin IPSI. Atas kepedulian Edi Nalapraya, komplek pemakaman
trah Ranareja kini telah dibangun dengan bagus dan rapi.
Setelah Ki Ranareja, pemimpin ketiga Peniron adalah Eyang Tirtawijaya
yang tinggal di Bulugantung. Rumah tinggalnya dulu kini ditempati oleh
keluarga Bapak Suroso Titodwiatmojo yang merupakan keturunan ketiga.
Eyang Tirtawijaya dimakamkan di pemakaman Bulugantung.
Setelah Eyang Tirtawijaya, kepemimpinan Peniron diteruskan oleh putra
beliau yaitu Eyang Ketiwijaya/Kusen yang juga ayah dari Bapak Suroso.
Makam Eyang Ketiwijaya ada di Bulugantung.
Pemimpin kelima adalah Samikarya. Masa pemerintahannya adalah sesudah
kemerdekaan Indonesia (1945). Pada masa itu, Peniron adalah daerah
Gelondongan, yaitu sebuah desa koordinator bagi desa-desa sekitarnya,
sehingga Kepala Desa waktu itu lebih dikenal sebagai Gelondong. Karena
masa itu tidak ada batasan masa jabatan, dia baru berhenti menjadi
Kepala Desa pada tahun 1984.
Pemimpin Peniron yang keenam adalah H. Nursodik yang memimpin Peniron
selama 16 tahun, dari tahun 1986 – 2002. Beliau dimakam di Pemakaman
Umum Karang Cengis.
Pemimpin ketujuh adalah Triyono Adi, yang memimpin Peniron sebagai Kepala Desa sejak tahun 2002 sampai sekarang.
Demikian sekilas tentang cerita sejarah Peniron. Sebagai tulisan
rintisan, tentu masih banyak kekurangan dan kesalahan sehingga yang
masih memerlukan banyak penyempurnaan. Siapapun masih sangat mungkin
untuk menambah cerita sejarah ini karena diharapkan akan menjadi sebuah
cerita sejarah yang lengkap, tentu didukung serta diakui oleh warga
Peniron sebagai fakta sejarah Peniron. Dengan demikian, akhirnya akan
menambah khasanah sejarah Peniron.
Sumber: Wikipedia
No comments:
Post a Comment