Wednesday, December 26, 2012

Sejarah Berdirinya Kabupaten Kebumen

Asal mula nama Kebumen tidak lepas dari keberadaan tokoh KYAI PANGERAN BUMIDIRJA. Beliau adalah bangsawan ulama dari Mataram, adik Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Ia dikenal sebagai penasihat raja, yang berani menyampaikan apa yang benar itu benar dan apa yang salah itu salah. Kyai P Bumidirjo sering memperingatkan raja bila sudah melanggar batas-batas keadilan dan kebenaran. 

Ia berpegang pada prinsip : agar raja adil dan bijaksana. Disamping itu, ia sangat kasih dan sayang kepada rakyat kecil. Kyai P Bumidirjo memberanikan diri memperingatkan keponakannya, yaitu Sunan Amangkurat I. Karena sunan ini sudah melanggar paugeran keadilan dan bertindak keras dan kejam. Bahkan berkompromi dengan VOC (Belanda) dan memusuhi bangsawan ,ulama dan rakyatnya. Peringatan tersebut membuat kemarahan Sunan Amangkurat I dan direncanakan akan dibunuh, Karena menghalangi hukum qishos terhadap Kyai P Pekik dan keluarganya (mertuanya sendiri).

Untuk menghadapi situasi seperti itu, Kyai P Bumidirjo lebih baik pergi meloloskan diri dari kungkungan sunan Amangkurat I. Dalam perjalanan ia tidak memakai nama bangsawan, namun memakai nama Kyai Bumi saja. Dalam perjalananya Kyai P Bumidirjo sampai ke Panjer dan mendapat hadiah tanah di sebelah utara kelok sungai Lukulo pada tahun 1670. Pada tahun itu juga dibangun padepokan/pondok yang kemudian dikenal dengan nama daerah Ki bumi atau Ki-Bumi-An, menjadi KEBUMEN. Oleh karena itu bila lahirnya Kebumen diambil dari segi nama, maka versi Kyai Bumidirjo yang dapat dipakai dan mengingat latar belakang peristiwanya tanggal 26 Juni 1677. 
Berdasarkan bukti-bukti sejarah bahwa Kebumen berasal dari kata Bumi, nama sebutan bagi P Kyai Bumidirjo, mendapat awalan Ke dan akhiran an yang menyatakan tempat. Hal itu berarti Kabumen mula mula adalah tempat tinggal P Bumidirjo.

Di dalam perjalanan sejarah Indonesia pada saat dipegang Pemerintah Hindia Belanda telah terjadi pasang surut dalam pengadaan dan pelaksanaan belanja negara , keadaan demikian memuncak sampai klimaksnya sekitar tahun 1930. Salah satu perwujudan pengetatan anggaran belanja negara itu adalah penyederhanaan tata pemerintahan dengan penggabungan daerah-daerah Kabupaten (regentschaap) . Demikian pula halnya dengan Kabupaten Karanganyar dan Kebupaten Kebumen telah mengalami penggabungan menjadi satu daerah Kabupaten menjadi Kabupaten Kebumen. Surat keputusan tentang penggabungan kedua daerah ini tercatat dalam lembaran negara Hindia Belanda tahun 1935 nomor 629. Dengan ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka Surat Keputusan terdahulu tanggal 21 juli 1929 nomor 253 artikel nomor 121 yang berisi penetapan daerah kabupaten Kebumen dinyatakan dicabut atau tidak berlaku lagi. Ketetapan baru tersebut telah mendapat persetujuan Majelis Hindia Belanda dan Perwakilan Rakyat (Volksraad).

Sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka luas wilayah Kabupaten Kebumen yang baru yaitu : Kutowingun, Ambal, Karanganyar dan Kebumen. Dengan demikian Surat Keputusan Gubernur Jendral De Jonge Nomor 3 tertanggal 31 Desember 1935 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936 dan sampai saat ini tidak berubah. Sampai sekarang Kabupaten Kebumen telah memiliki Tumenggung/Adipati/Bupati sudah sampai 29 kali.


Dikutip dari Kebumenkab

Mengenal fasilitas dan layanan di Taman Kota HM Sarbini Kebumen

Sejak diresmikannya taman kota HM Sarbini, saat ini pengelolaannya  terus berbenah. Dalam rangka memenuhi kebutuhan rekreasi masyarakat. Sebagaimana lazimnya taman kota, maka taman kota ini tentunya diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat untuk bersantai atau melakukan rekreasi bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal kelompok usia. 



Banyak anak-anak bermain dengan didampingi oleh orang tuanya, beberapa kelompok anak muda memanfaatkan gazebo untuk saling berbagi dan berinteraksi. Beberapa kelompok remaja lain memanfaatkan sarana hotspot area untuk mengakses internet atau bahkan ada yang hanya sekedar nongkrong saja. Terlebih di taman kota ini banyak fasilitas pendukung selain hotspot area, ada juga taman bermain dan sarana usaha berupa kios-kios yang menyediakan aneka ragam kebutuhan. 

Satu lagi, hal yang menjadi kekhususan taman kota Kebumen ini adalah, fungsinya tidak hanya sekedar untuk bersantai, rekreasi semata. Namun unsur edukasi juga tidak dilupakan, dalam hal ini taman kota Kebumen ini menyediakan sarana pembelajaran bagi anak-anak khususnya terkait dengan upaya untuk meningkatkan kedisiplinan dan ketertiban lalu lintas. 
Oleh karenanya taman kota Jenderal HM Sarbini,  ada yang menyebutnya dengan Taman Lalu Lintas.


Peresmian taman kota ini sendiri telah dilakukan oleh orang nomor satu di Kebumen yaitu Buyar Winarso, SE pada tanggal 25 Mei 2012. Taman kota ini dibangun dengan dana dari APBD tahun 2011 sebesar 2,5 M dan ini adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah daerah setempat untuk menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) yang sekaligus merupakan upaya untuk memenuhi harapan masyarakat kota Kebumen akan tempat yang bersih, segar, menyenangkan, aman dan nyaman. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan slogan kota Kebumen yaitu BERIMAN (Bersih, Indah, Manfaat, Aman dan Nyaman ).


Ketika mencoba memasuki taman kota ini paling tidak akan menjumpai berbagai fasilitas dan pelayanan taman yang cukup memadai dan membuat nyaman. Berbagai fasilitas itu seperti:






  • Layanan Parkir
  • Layanan Satpam
  • Layanan Petugas Kantin
  • Konsultasi Tumbuh Kembang Anak
  • Konsultasi Psikologi Anak (Analisa Sidik jari)
  • Pintu Gerbang dan Pagar
  • Tempat Parkir
  • Gedung Kantor
  • Mushola
  • Kantin/kios pedagang
  • Toilet dan WC
  • Tempat pembuangan sampah
  • Hot Spot Area (Wi Fi) Gratis koneksi internet
  • Papan Informasi dan Koran dinding
  • Gazebo besar (Aula terbuka) (30 orang duduk)
  • Gazebo kecil (kapasitas 4 tempat duduk)
  • Kursi taman permanen
  • Papan display rambu lalu-lintas
  • Lampu hias (terutama pada saat malam hari)
  • Lampu penerang (terutama pada saat malam hari)
  • Taman lalu lintas
  • Patung Jenderal HM Sarbini
  • Air mancur dan ikan hias
  • Koleksi tanaman hias dan peneduh (50 jenis)
  • Arena dan alat permainan anak: ayunan, peluncur 
  • Alat-alat permainan edukatif (APE)
Dari hasil wawancara kepada BumenMajuBersama selaku pengelola taman, diakui bahwa fasilitas yang ada ini akan terus di kembang-maksimalkan. BumenMajuBersama yang berlokasi tepat di sebelah timur Taman Kota, menyatakan fihaknya saat ini sedang melakukan pembenahan internal maupun eksternal. Internal, BumenMajuBersama sedang melakukan revitalisasi manajemen dan devisi pengelola taman kota. Secara eksternal, minggu ini sedang melakukan survei pengunjung. Upaya ini dilakukan untuk memperoleh masukan riil dari masyarakat langsung. Dari hasil sementara, beberapa fasilitas dan layanan yang menjadi masukan untuk dikembangkan diantaranya adalah:
  • Denah lokasi taman
  • Daftar Keterangan dari masing-masing jenis tanaman
  • Forum terbuka (diskusi tematik) dengan narasumber yang terjadwal
  • Penyelenggaraan Kursus (Bahasa, Seni Lukis, Tari, Out-Bond)
  • Persewaan sepeda kecil, sepatu roda
  • Pos Kesehatan
  • Lomba-lomba yang terjadwal
  • Diorama atau perpustakaan elektronik seputar sejarah kebumen
Berita dan gambar dari berbagai sumber

Jenderal HM Sarbini Tinggal di Desa Indrosari, Buluspesantren, Kab. Kebumen





Banyak tokoh-tokoh besar dan berjasa dalam perjuangan yangberasal dari Kabupaten Kebumen. Salah satunya Jenderal HM Sarbini. Jenderal HM Sarbini adalah seorang Purnawirawan yang dilahirkan di Kebumen dan banyak mengabdi selama masa perjuangan baik di bidang militer maupun pemerintahan RI.

Dalam masa perjuangan terutama 20 Oktober 1945 M Sarbini yang kala itu berpangkat letkol, memimpin pasukan tentara keamanan rakyat resimen kedu tengah dan menyerang serta mengepung tentara sekutu dan NICA di Desa Jambu Ambarawa yang kemudian dikenal dengan peristiwa Palagan Ambarawa. 

Selama masa Pemerintahan Bung Karno Mayjend Sarbini menjabat sebagai menteri pertahanan dalam kabinet Dwikora II tahun 1966 yang kemudian digantikan oleh Letjen Soeharto. Untuk mengenang jasa-jasanya sekaligus sebagai wujud kebanggaan masyarakat Kabupaten Kebumen, saat ini tengah diusulkan pemberian gelar pahlawan nasional untuk jenderal HM Sarbini. Untuk itu Kepala Disnakertransos Kebumen Drs. Eko Widianto mengundang berbagai elemen, salah satunya HR. Soenarto, ketua letjen veteran Kebumen, Kasdim 0709 Kebumen serta dari Pepabri dan DHC 45 dan dinas terkait


Menurut warga desa Indrosari, Jendral Sarbini dulu pernah tinggal di desa Indrosari, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Sekarang Rumah tua itu ditempati oleh Bpk. Djati Asmoro Krisno. Maka tidak heran kalau ada jalan HM. Sarbini di desa Indrosari ke utara sampai Pasar Hewan Kebumen. Banguna rumahnya berbentuk Joglo.

Untuk mengenang jasanya pemerintah RI mengabadikan namanya untuk namagedung (Balai Sarbini) di Jakarta, nama jalan dan Taman Kota di Kebumen (Taman HM. Sarbini)

Sumber: BumenNews

Taman Kota "HM Sarbini" Kebumen, sebagai taman rekreasi segala umur


Ruang publik berupa taman kota akhirnya benar-benar terwujud di kota Kebumen. Setelah alun-alun Kebumen direnovasi dan dijadikan sebagai ruang publik, kini taman kota yang diberi nama Taman Kota Jenderal HM Sarbini hadir di kota tercinta ini. Bahkan taman kota ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat umum, mulai dari kalangan anak-anak, remaja hingga orang tua.
Taman Kota Sarbini di malam hari  ( Foto : Ario M Sano)
Peresmian taman kota ini sendiri telah dilakukan oleh orang nomor satu di Kebumen yaitu Buyar Winarso, SE pada tanggal 25 Mei 2012. Taman kota ini dibangun dengan dana dari APBD tahun 2011 sebesar 2,5 M dan ini adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah daerah setempat untuk menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) yang sekaligus merupakan upaya untuk memenuhi harapan masyarakat kota Kebumen akan tempat yang bersih, segar, menyenangkan, aman dan nyaman. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan slogan kota Kebumen yaitu BERIMAN ( Bersih, Indah, Manfaat, Aman dan Nyaman ).

Sebagaimana ditulis RasimunWay, maka taman kota ini berfungsi sebagai tempat untuk bersantai atau melakukan rekreasi bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal kelompok usia. Banyak anak-anak bermain dengan didampingi oleh orang tuanya, beberapa kelompok anak muda memanfaatkan gazebo untuk saling berbagi dan berinteraksi. Beberapa kelompok remaja lain memanfaatkan sarana hotspot area untuk mengakses internet atau bahkan ada yang hanya sekedar nongkrong saja. Terlebih di taman kota ini banyak fasilitas pendukung selain hotspot area, ada juga taman bermain dan sarana usaha berupa kios-kios yang menyediakan aneka ragam kebutuhan. 

Satu lagi, hal yang menjadi kekhususan taman kota Kebumen ini adalah, fungsinya tidak hanya sekedar untuk bersantai, rekreasi semata. Namun unsur edukasi juga tidak dilupakan, dalam hal ini taman kota Kebumen ini menyediakan sarana pembelajaran bagi anak-anak khususnya terkait dengan upaya untuk meningkatkan kedisiplinan dan ketertiban lalu lintas. Oleh karenanya taman kota Jenderal HM Sarbini,  ada yang menyebutnya dengan Taman Lalu Lintas.

Sumber pendukung :
http://www.kebumenkab.go.id/index.php/public/potenda/detail/12

Taman Kota "HM Sarbini" Kebumen diresmikan


Impian Masyarakat Kebumen Untuk Memiliki Ruang Publik Berupa Taman Kota Akhirnya Terwujud Juga. Yaitu Dengan Dibangunnya Taman Kota Jenderal HM Sarbini Yang Berlokasi Di Jalan Ahmad Yani Kebumen. Pembangunan Taman Kota Juga Dipadukan Dengan Konsep Lalu Lintas, Dimana Terdapat Taman Lalu Lintas Sebagai Tempat Pembelajaran Tertib Lalu Lintas Bagi Anak-Anak Di Lokasi Tersebut .
Peresmian Taman Kota Dilakukan Oleh Bupati Kebumen H Buyar Winarso,SE , Jumat Pagi (25/5) Yang Ditandai Dengan Pelepasan Balon Dan Memencet Sirine Untuk Membuka Selubung Patung Jenderal HM Sarbini. Hadir Dalam Kesempatan Tersebut Kapolres Kebumen Beserta Anggota Forum Pimpinan Daerah , Lantas Polda Jateng, Ahli Waris Jenderal HM Sarbini, DHD 45 Jawa Tengah, DHC 45 Kebumen, Serta Sejumlah Pejabat Terkait Di Lingkungan Setda Kebumen. Bupati Kebumen H Buyar Winarso,SE Dalam Sambutannya Mengatakan Pembangunan Taman Kota Merupakan Salah Satu Wujud Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Yang Mutlak Dipelukan. Hal Tersebut Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Mewajibkan Pemerintah Daerah Untuk Mewujudkan Adanya RTH Seluas 30% Dari Luas Suatu Wilayah Perkotaan. 

Taman Kota Merupakan Salah Satu Upaya Untuk Memenuhi Harapan Masyarakat Perkotaan Kebumen Akan Tempat Yang Bersih, Segar, Menyenangkan, Aman Dan Nyaman. " Untuk Itu Saya Minta Masyarakat Selalu Menjaga Dan Memelihara Fasilitas-Fasilitas Tersebut Agar Berfungsi Dengan Baik " Ungkap Orang Nomer Satu Di Kebumen Tersebut. Lebih Lanjut Disampaikan Taman Kota Saat Ini Tidak Lagi Hanya Berfungsi Sebagai Ruang Terbuka, Namun Fungsinya Berkembang Menjadi Lebih Kompleks. Tidak Hanya Berfungsi Kesenangan Atau Rekreasi Semata Tetapai Juga Memiliki Fungsi Sosial, Pendidikan Lingkungan , Ekonomi Serta Fungsi Estetis . Begitu Pula Dengan Taman Kota Jenderal HM Sarbini Yang Memadukan Konsep Edukasi Dalam Bentuk Taman Lintas. Dari Taman Tersebut Diharapkan Bisa Menjadi Pembelajaran Bagi Masyarakat, Khususnya Anak-Anak Dalam Rangka Meningkatkan Kedisiplinan Dan Ketertiban Berlalu Lintas.

Adapun Berbagai Fasilitas Fisik Taman Kota &Rdquo;Jenderal HM. Sarbini&Rdquo; Di Antaranya Arena Bermain, Hotspot Area, Area Refleksi, Taman Lalu Lintas, Sarana Usaha (Kios) Maupun Fasilitas Pendukung Lainnya. Pembagunan Taman Kota Jenderal HM Sarbini Menggunakan Anggraan APBD Tahun 2011 Sebesar Rp 2,5 Milyar , Diatas Tanah Seluas 7.860 m2.

Sejarah Berdirinya Desa Kajoran, Karanggayam, Kab. Kebumen


Pada jaman dahulu kala Desa ini namanya Desa JurangJero yang dikelilingi oleh pegunungan kecil, lalu datanglah seseorang yang pintar dan sakti yaitu Mbah Agung dari Jogjakarta. Mbah Donosari atau dikenal Mbah Agung atau Mbah Lugu beliau dikenal sebagai orang yang arif, bijak dan disegani oleh masyarakat Desa Kajoran.
Mbah agung datang ke Desa Jurangjero karena suatu peristiwa yaitu Mbah Agung bermasalah dengan adiknya. Mbah agung adalah anak dari Surya Diningrat adiknya bernama Surya Negara. Mbah Agung disuruh mandi keramas dan minum air degan ijo (kelapa muda hijau) tetapi sudah diminum oleh adiknya. Mbah Agung adu kesaktian dengan adiknya lalu larilah beliau ke Desa Jurangjero karena untuk mencari kesaktian lagi (bertapa). Sebelum pergi ke Desa Jurangjero Mbah Agung berkata kepada adiknya “Runtemurun 7 (pitu) tedap 8 (wolu) yang jadi Ratu adalah Anakku” lalu pergilah ke Desa Jurangjero dan setelah lama di Desa Jurangjero Mbah Agung memperistri seorang wanita dari Desa Jurangjero sebagai selir, istri pertama yang dari Jogjakarta sedang mengandung dan adiknya Mbah Agung yang di Jogjakarta pun sudah beristri dan sama-sama sedang mengandung juga kemudian lahirlah anak Mbah Agung yang berasal dari Desa Jurang Jero seorang Putra tetapi namanya tidak diketahui, Istri dari adiknya Mbah Agung yang di Jogjakarta juga akan melahirkan tetapi mengalami kesulitan kemudian adik dari Mbah Agung pergi ke Desa Jurangjero menjemput Mbah Agung untuk membantu persalinan istrinya agar dapat melahirkan. Mbah Agung menyuruh seorang “Mbah Perempuan” sakti yang dalam sekejap saja bisa sampai di Jogjakarata, mbah perempuan tersebut disuruh Mbah Agung untuk membawa anak dari Mbah Agung untuk ditukarkan dengan bayi dari anak adiknya sehingga anak dari Mbah Agung berada di Jogjakarta dan anak dari adik Mbah Agung berada di Desa Jurang Jero.

Setelah Mbah Agung meninggal dunia dan dimakamkan di Pesarean Gede yang letaknya diantara Dukuh Kewao desa Kajoran dan Desa Karangtengah. Makam Mbah Agung oleh warga masyarakat sampai saat ini masih dieramatkan bahkan pada bulan-bulan tertentu banyak pendatang yang berziarah dan bermeditasi.

Semula Desa ini dinamakan desa Jurangjero dan Sejak berdirinya Masjid Kajoran pada tahun 1819 Desa Jurangjero diubah menjadi Desa Kajoran. Sebelum desa Jurangjero diubah menjadi Desa Kajoran datanglah seorang muslim yaitu Sunan Kalijaga untuk mengajarkan agama islam karena belum adanya tempat mengaji/beribadah maka Sunan Kalijaga membuat Suro/Masjid diDesa Jurangjero yang letaknya di Dukuh Kemojing namun sebelum masjid jadi sunan Kalijaga pulag ke Demak karena di Demak juga sedang membuat Masjid sesampainya di Demak disana ada sunan Giri, sunan Ampel dan Sunan Kalijaga pun ikut membantu membuat Masjid lau ditanyalah Sunan kalijaga oleh Sunan Giri sebagai berikut :

Sunan Giri : Dari mana Sunan Kalijaga ?
Sunan kalijaga : Dari Jurangjero
Sunan Giri : Ngapain disana ?
Sunan Kalijaga : Membuat Masjid...”
Sunan Giri : Jorjoran banget sih, orang disini belum jadi ko membuat disana”

Kemudian Sunan Kalijaga diberi kayu/lakar untuk dipahat namun pada waktu mengkapak kayu tersebut mengenai kepala “Orong-orong” (anjing tanah) sehingga putuslah kepalanya kemudian disambnglah kepala orong-orong tersebut dengan tatal kayu (pecahan kayu jati yang dipahat) sehingga menyatu dan orong-orong tersebut hidup kembali.

Setelah Masjid Demak tersebut jadi daerah tersebut diberi nama Desa Jorjoran oleh Sunan Giri yang kemudian oleh Sunan Kalijaga namanya disempurnakan menjadi Desa Kajoran sampai dengan sekarang setelah itu Sunan Kalijaga kembali ke Desa Jurangjero dan setelah itu Sunan Kalijaga memerintahkan/ memasrahkan kepada anaknya untuk mengajarkan ajaran-ajaran agama islam diMasjid Kajoran kemudian Sunan Kalijaga kembali lagi ke Demak.

Orang-orang yang meneruskan mengajarkan agama islam yaitu :
1. KH. Sanmurdi
2. KH. Mad Mustar
3. KH. Mad Dalyar Dullah Ikhsan
4. KH. Santa Wijaya
Ahirnya banyak orang yang mengaji di Masjid Kajoran dan mengenal agama Islam sampai sekarang ini.

Sumber: Pemdes Kajoran

Sejarah Berdirinya Desa Seling, Karangsambung, Kab. Kebumen


Pada jaman dahulu ada seorang yang sakti yaitu mbah SURANAYA yang sering disebut dengan mbah Penosogan,. mbah penosogan adalah cucu dari mbah AGUNG dari Kajoran..Mbah Agung mempunyai putra bernama mbah NAYADIWANGSA yaitu mbah kedung pane..Mbah Kedung Pane menurunkah Mbah SURANAYA ( Mbah Penosogan ) Mbah Penosogan adalah seorang yang sangat sakti,Beliau orang yang pertama kali babad Alas sembung gani di wilayah yang sekarang menjadi pemukiman dan sebuah Desa yaitu Desa Seling,sehingga ini merupakan sejarah yang harus kita uri-uri jangan sampai hilang dan tidak di kenang oleh anak cucu keturunan dari masyarakat Desa seling sekarang maupun yang akan datang..
setelah mbah Penosogan bermukim/bertempat tinggal yang sekarang menjadi Desa seling..Pada suatu hari 

Mbah penosogan kedatangan tamu dari keraton jogja yang bernama KERTANEGARA, KERTANEGARA mertamu ke mbah Penosogan untuk minta pertolongan/perlindungan kepada mbah penosogan karena beliau dikejar oleh prajurit keraton dan tentara belanda, karena beliau tidak sepakat dengan kedudukan Belanda di Jogja.Sehingga Kertanegara di anggap mbalelo..Waktu itu mbah penosogan setuju setelah mendengar cerita mbah kertanegara..Kemudian mbah penosogan mengusap wajah mbah kertanegara dan berubahlah wujud wajahnya,sehingga siapapun yang melihatnya tidak mengenali wajah mbah kertanegara kalau itu adalah mbah kertanegara..Kemudian kertanegara di beri nama menjadi KERTAPENGALASAN yang sekarang di kenal sebagai mbah PRINGTALI,..

Setelah keraton jogja sudah dianggap aman,.Mbah pringtali/kertanegara kembali ke keraton..Dan kembali ke mbah penosogan dengan membawa seekor kerbau yang berwarna kuning dan seekor jago yang berwarna hitam keling (celink) ayam tersebut tidak ber ekor/lancur seperti umumnya ekor jago namun papak seperti ekor ayam betina..Dan kaki jago tersebut satu berwarna kuning,yang satunya berwarna putih.. Yang sampai saat ini di kenal dengan nama JAGO SELING.. Jago tersebut di berikan kepada mbah Penosogan.. Dan di situlah nama DESA SELING di ambil dari sejarah tersebut

Sumber: Pemdes Seling

Sejarah Berdirinya Desa Lerepkebumen, Poncowarno, Kab. Kebumen


Lerepkebumen adalah sebuah desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Poncowarno, Kabupaten Kebumen. Nama Lerepkebumen diambil dari sebuah peristiwa perjalanan Pangeran Bumidirja, (paman Sultan Amangkurat I) yang sebelumnya menjabat sebagai dewan Parampara (Penasehat) Kerajaan Mataram.
Dikisahkan bahwa Amangkurat I (1646–1677) dalam menjalankan pemerintahan sering tidak sejalan dengan para bawahannya. Hukuman yang dijatuhkan terkadang tidak seimbang dengan kesalahan yang dilakukan. Patih dan seluruh jajaran pemerintahan kerajaan termasuk Kanjeng Pangeran Bumidirja yang merupakan dewan Parampara (Penasehat) berkali–kali memberi nasehat kepada sang Raja bahwa negara akan mengalami kekacauan jika ia tidak bertindak adil dalam menjalankan hukum dan pemerintahan. Namun nasehat–nasehat tersebut justru semakin membuat Amangkurat I marah dan memberi ancaman hukuman kepada Pangeran Bumidirja. Kesabaran Pangeran Bumidirja habis ketika Amangkurat I menjatuhkan hukuman penggal kepada Pangeran Pekik yang telah berjasa banyak kepada kerajaan saat itu (Pengeran Pekik berhasil merebut kembali Surabaya ke tangan Mataram dan menundukkan Sunan Giri yang memberontak kepada Mataram) hanya karena kesalahpahaman kecil yang bersifat pribadi. Pangeran Bumidirja yang mengetahui bahwa keesokan paginya akan dijatuhi hukuman mati juga oleh Sang Raja, berhasil melarikan diri dari kraton bersama keluarganya.
Pelarian Pangeran Bumidirja bersama istrinya diikuti oleh tiga orang abdi setia. Perjalanan mereka menuju ke Panjer. Sesampainya di Panjer, Pangeran Bumidirja beserta rombongan diterima dengan baik oleh Pemimpin Panjer saat itu yakni Ki Gede Panjer II. Pangeran Bumidirja kemudian diberi ijin untuk menempati tanah di wilayah Panjer seluas kurang lebih 3 Pal ke selatan dan ½ Pal ke timur dari tepi sungai Luk Ula. Di tempat tersebut Pangeran Bumidirja kemudian mengganti namanya dengan sebutan Kyai Bumi/Ki Bumi agar tidak dikenal oleh para petugas kraton Mataram yang ditugaskan mencarinya. Tempat Kyai Bumi tersebut akhirnya dikenal warga dengan sebutan Kebumian yang berarti tempat tinggalnya Kyai Bumi. Kyai Bumi pun menjadi sesepuh yang sangat dihormati di tempat tersebut.

Tradisi Pasar Senggol Selang
Sejak kepergian Pangeran Bumidirja dari kraton, Amangkurat I memerintahkan dua orang abdi kraton untuk melakukan pencarian terhadap Pangeran Bumidirja. Utusan Raja tersebut pun akhirnya sampai di Panjer dan berhasil menemukan Pangeran Bumidirja yang ketika itu dikenal sebagai Kyai Bumi/Ki Bumi. Kedua utusan itu kemudian mengutarakan maksud kedatangannya bahwa mereka diutus untuk mencari Pangeran Bumidirja sampai ketemu, dan tidak boleh pulang tanpa membawa serta Pangeran Bumidirja. Kyai Bumi menolak untuk pulang ke kraton sehingga kedua utusan itu pun akhirnya tidak kembali ke kraton serta memilih mengabdi kepada Kyai Bumi. Oleh karena keberadaan Kyai Bumi di Kebumian Panjer telah diketahui, maka ia memutuskan untuk meninggalkan Kebumian agar keberadaannya tidak tercium  lagi oleh kraton. Kyai Bumi beserta keluarga dan para abdinya akhirnya meninggalkan Kebumian Panjer dengan berjalan kaki diikuti oleh para warga Kebumian. Sesampainya di Selang, Kyai Bumi meminta agar para warga berhenti mengikuti kepergiannya dan kembali ke tempatnya masing–masing (tradisi Pasar Senggol Selang adalah untuk mengenang peristiwa tersebut).

Asal Nama Lerepkebumen
Kyai Bumi beserta rombongan pun meneruskan perjalanan ke arah timur melalui jalur utara hingga berhenti di suatu tempat untuk beristirahat semalam. Daerah tersebut kemudian diberi nama Lerepkebumen atau sering disebut juga dengan Lerepbumen. Berasal dari dua kata : Lerep (bahasa Jawa yang berarti Berhenti) dan Bumen yang berasal dari nama sosok Kyai Bumi. Lerepkebumen bermakna tempat berhentinya Kyai Bumi. Setelah beristirahat semalam, rombongan Kyai Bumi melanjutkan perjalanan ke timur dan kemudian ke selatan, hingga berhenti di daerah Karang (daerah ini sekarang masuk dalam wilayah Desa Lundong Kecamatan Kutowinangun Kabupaten Kebumen). Di daerah ini Kyai Bumi menjadi seorang petani.
Karena dua utusan Sultan Amangkurat I tidak kembali lagi ke Mataram, akhirnya sang Raja kembali mengutus dua orang yang benama Udakara dan Surakarti. Dikisahkan bahwa dua orang utusan tersebut pun tidak kembali ke Mataram karena takut akan dijatuhi hukuman sebab tidak bisa membawa pulang Pangeran Bumidirja. Akhirnya Udakara dan Surakarti ikut mengabdi kepada Kyai Bumi.
Kyai Bumi menetap di daerah tersebut hingga akhir hayatnya. Makamnya dikenal dengan Makam Pangeran Bumidirja. Adapun Udakara dan Surakarti dimakamkan berbeda tempat akan tetapi masih dalam satu wilayah yang kini masuk dalam wilayah desa Lundong, Kecamatan Kutowinangun.

Keturunan Kyai Bumi
Kyai Bumi memiliki empat orang anak yakni Kyai GustiKyai BagusNyai Ageng, dan Kyai Bekel. Setelah wafatnya Kyai Bumi, yang menggantikan sebagai sesepuh di daerah tersebut adalah Kyai Bekel. Kemudian diteruskan oleh putra Kyai Bekel yang bernama Kyai Ragil. Sepeninggal Kyai Ragil, sesepuh digantikan oleh anaknya  yang bernama Hanggayuda yang kemudian menjadi Demang Kutowinangun.

Kejanggalan Makam Pangeran Bumidirja
Melihat penggalan cerita yang diambil dari Babad Kebumen ini, dapat disimpulkan bahwa Pangeran Bumidirja adalah Kyai Bumi. Artinya dua nama ini merupakan satu sosok tokoh. Namun, ketika kita melihat di lokasi kompleks makam yang telah dijadikan sebagai kawasan Cagar Budaya Kebumen ini (dimana setiap tahun tepatnya pada peringatan hari jadi Kebumen selalu diziarahi oleh para petinggi pemerintahan Kabupaten Kebumen), ada sebuah kejanggalan yakni terdapatnya makam bertuliskan Pangeran Bumidirja di dalam bangunan (cungkup) dan sebuah makam bertuliskan Kyai Bumi di luar Cungkup sebelah timur. Hal ini kiranya perlu mendapat perhatian dari pihak yang terkait sebab sangat berhubungan erat dengan pelurusan pemahaman sejarah bagi generasi penerus khususnya di Kebumen.

Sumber: Kebumen2013

Sejarah Berdirinya Desa Mangli, Kab. Kebumen


Pada zaman dahulu Desa Mangli berupa hutan. Suatu ketika datang seorang sakti bernama mbah simbar jagat dari kerajaan mataram, beliau yang membabat hutan untuk di jadikan perkampungan, sebelum mbah simbar jagat menunjuk seseorang untuk menjadi kuwu. Pada tahun + 1900, mbah simbar jagat meninggal dan di makamkan di kuburan desa ragadana kecamatan buayan di dikenal dengan kuburan duwur, dan pusaka beliau di simpan di kuburan jati, dinamakan kuburan jati karena pusaka mbah simbar jagat yang disimpan tumbuh pohon jati jadi di namakan p\kuburan jati sampai sekarang, masa perintahan mbah kuwu terletak di dukuh kedunglo  di tempat tinggal beliau.
Pada tahun +1913 mbah kuwu meninggal dan dimakamkan di kuburan kedunglo sekarang di kenal kuburan mati karena tidak di fungsikan lagi, beliau di gantikan oleh Citra manggala/ praya dikrama, +1915, pada waktu itu dalam  penjajahan belanda warga merasa tidak tenang dan gelisah, beliau menyampaikan kepada warga desa supaya jangan mamang ( ragu ) dan jangan ngili (ngungsi ), ucapan beliau di artikan mangli, itu dipakai untuk member nama perkampungan tersebut menjadi desa mangli.

Sumber: wisatakebumen






Sejarah Berdirinya Desa Watulawang, Pejagoan, Kab. Kebumen


Menurut Riwayat, Desa Watulawang pertama di buka oleh Mbah Kebayeman ( Mbah Santanaya ) yang merupakan Buyut dari Mbah Agung Kajoran. Mbah Agung sendiri adalah sebagai pelopor pembukaan lahan lahan di daerah Kajoran, Watulawang, Peniron, dan sekitarnya. Kemudian di susul Mbah Mertanaya yang juga masih Canggah ( keturunan ke 4) dari Mbah Agung.
Mereka Bersama sama membakari hutan di perbukitan sebelah Lor Gunung Pranji, dan menjadikan sebagai lahan pertanian dan tempat tinggal. Konon Jaman dahulu, alas – alas di babat masih sangat wingit, sehingga Eyang kebayeman bersama pengikutnya sering menjumpai hal – hal yang gaib, salah satu contohnya pada waktu membabad alas di daerah wungu dengan cara membakar, ada suatu tempat yang tidak terjamah api sama sekali, setelah di amati ternyata ada 2 buah benda yaitu Pethet (sisir) dan Pengilon ( cermin ) untuk menandainya di buatlah kuwu ( tempat yang di keramatkan, disucikan ) yang sampai sekarang masih ada.
Nama Watulawang sendiri di ambil dari nama batu yang menyerupai pintu yang terletak di persawahan watulawang ( Foto Pendukung belum ada ) dan batu itu sampai sekarang juga masih ada, bentuknya memang mirip pintu, tapi katanya sekarang sudah berubah posisi ( melebar ).
Eyang Kebayeman menurunkan trah – trah Eyang di Watulawang, bahkan ada beberapa juga yang menjadi Lurah.
Mbah Mertanaya menurunkan darah biru sebagai Lurah di Watulawang, bahkan sampai saat ini. Anak ke-empat dari Mbah mertanaya yaitu mbah Mertaguna bersuamikan mbah Mertaguna dari Karang Kemiri yang kemudian menjadi  Lurah pertama di Watulawang.
Karena suatu hal, mbah Mertaguna menyerahkan Jabatannya, dan mengungsi ke bawah ke daerah Pertapan ( Peniron ), dan mukin disana sampai wafatnya  dan di kebumikan di Bulu gantung.
Sebagai gantinya, adalah keponakannya sendiri, yaitu mbah Danawangsa ( Putra mbah Ketawangsa kakak dari Ny. Mertaguna ) dan seterusnya sampai sekarang seperti susunan di bawah ini :
 Sejarah Lurah Watulawang:

  1. Mertaguna
  2. Dana wangsa
  3. Santika
  4. Majatirta
  5. Cawirana
  6. Sanreja
  7. Pancasemita
  8. Kramareja                1918 – 1965
  9. Dapin                       1965 – 1966 ( masa pemberontakan PKI )
  10.  Sawad                     1966 – 1988
  11.  Sudjanto                 1988 – 1998
  12.  Dirun                      1998 – 2006
  13.  Warsono                 2006 – sekarang
Sumber: Gareng88

Sejarah Berdirinya Desa Gunung Mujil, Kuwarasan, Kab. Kebumen


LEGENDA DAN SEJARAH DESA GUNUNGMUJL
KEC. KUWARASAN

Pada jaman dahulu, yaitu sebelun tahun 1926 Desa Gunungmujil Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen, masih dua Desa yaitu Desa Gintungan dan Desa Gunungmujil yang dipimpin dua orang Kepala Desa sebagai berikut :
1. Desa Gintungan dipimpin oleh Madnawi.
2. Desa Gunungmujil dipimpin oleh Ranawijaya.
Selanjutnya pada tahun 1926 Desa Gintungan dan Desa Gunungmujil di blengket atau disatukan menjadi satu yaitu Desa Gunungmujil yang dipimpin oleh Ranawijaya sampai dengan tahun 1942. Selanjutnya perkembangan legenda dan sejarah Desa Gunungmujil adalah sebaga berikut :

Sejarah Pemerintahan
1942 PJS Ronodimejo
1946 Pemilihan Kepala Desa
1965 Huru hara politik
1982 Pembangunan balai desa
PJS Karayawireja congkog
1985 PJS Sanwihajo SEKDES
1989 Pesta Demokrasi
Pembangunan kantor sekretariat
1993 PJS Sanparjo
1994 Pesta Demokrasi ( Sarno )
1997 Serangan hama keong
2002 Pesta Demokrasi (Drs.Adno)
2007 Pesta Demokrasi (Sunarko) 

Sumber: Mustika Aji

Sejarah Berdirinya Desa Kaligending, Karangsambung, Kab. Kebumen


Perjalanan panjang Danang Sutawijaya mengikuti suara gamelan Lokananta itu, sampailah di pesisir Urut Sewu Kebumen. Di Pantai Logending, yang kini masuk kecamatan Ayah Kebumen, suara gamelan itu ternyata menuju ke arah Utara. Danang Sutawijaya pun mengikutinya.
Di sebuah sungai yang kini bernama Luk ULa, rombongan kerajaan Mataram itu naik perahu. Mereka ternyata menantang arus untuk mengikuti suara gamelan tersebut. Hingga di suatu tempat, suara gending itu berhenti. “Setelah suara gending berhenti, Danang Sutawijaya kemudian bubak alas (membuka hutan) dan menjadikannya desa yang diberi nama Kaligending, “ kata sesepuh Desa Kaligending, Kecamatan Karangsambung, Kebumen, Karsono yang didampingi Pardi.
Kisah Turun temurun bedirinya Desa kaligending itu dijadikan masyarakat setempat untuk menggelar merdi Bumi (selamatan bumi). Waktu yang digunakan yakni pada Sura Jumat Kliwon. “ Kalau di bulan itu tidak ada Kliwon, maka yang diambil Jumat Manis,” katanya.
Merdi bumi dengan kesenian tayub itu diiringi gending. Petilasan Danang Sutawijaya hingga kini masih dirawat masyrakat setempat. Warga membuatkannya sebuah bangunan kecil yang tertera angka 1842. Sekitar lokasi tersebut dijadikan tempat pemakaman umum. “ Bangunannya, saat ini sudah rapuh dan perlu direhab. Kami berharap ada bantuan dari Pemerintah,” kata Karsono.
Praktisi Sejarah Kebumen, Ravie Ananda mengatakan, hubungan kerajaan Pajang dan Mataram sempat berkecamuk hingga terjadi pertempuran sengit antara Hadiwijaya dan Danang Sutawijaya. Ayah dan anak angkat itu pun bertempur dan berusaha saling bunuh.
Hingga akhirnya, Danang Sutawijaya berhasil memenangkan pertempuran. Dan, Hadiwijaya terbunuh. Selanjutnya, Danang Sutawijaya mendirikan kerajaan mataram Islam. Sutawijaya bergelar Panembahan Senopati. Dia memerintah tahun 1587-1601 dan wafat tahun 1601 di Desa Kajenar. Kemudian dimakamkan di Kotagede bersama dengan ayahandanya Ki Ageng Pemanahan. (Arif Widodo – Suara Merdeka Cetak; Rabu, 5 Januari 2011)